Jumat, 14 Maret 2014

Cara Cepat Kumpulkan Bitcoin dari Blog

Cara Cepat Kumpulkan Bitcoin dari Blog 

Anonymous Ads adalah sebuah jaringan periklanan yang tidak mengumpulkan data pribadi yang membernya dibayar dengan Bitcoin Buktikan sendiri.

 untuk cara pendaftarannya :

1. Klik Di -SINI-
2. Muncul Web Aads Anonymous, Kemudian Klik Earn Money Lihat Gambar

3. Klik Create Ad Unit

4. Pilih Iklan Sesuai Ukuran yang diinginkan

5.Creat Iklan Di EARN

6. SELESAI DEH
Selamat yah Semoga Berhasil

Rabu, 20 November 2013

Fungsi Materai dalam Perjanjian

Materai dalam perjanjian


Sahnya Perjanjian
Penggunaan Meterai tempel bernilai Rp 6.000 maupun Rp 3.000 adalah penggunaan yang sudah sering dilakukan setiap orang dewasa ini, atau dengan kata lain sudah bukan merupakan penggunaan yang asing lagi dalam masyarakat.
Kehadiran Meterai tempel Rp 6.000 maupun Rp 3.000 disetiap transaksi yang melibatkan sejumlah uang tertentu, selalu kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari, selain itu juga penggunaan meterai yang paling dirasakan kehadirannya adalah penggunaan meterai yang dilakukan oleh masyarakat dalam setiap transaksi yang dilakukan dengan pembuatan perjanjian-perjanjian, baik itu perjanjian jual beli, sewa menyewa, perjanjian kerja, surat kuasa dan lain sebagainya.
Bahkan saat ini banyak masyarakat yang berpendapat atau beranggapan bahwa tanpa meterai maka perjanjian yang telah dibuat akan menjadi tidak sah, dan karena yakinnya akan hal tersebut, tidak sedikit masyarakat yang rela membuat ulang perjanjian mereka hanya karena kelupaan dalam pemberian atau menempelkan meterai dalam perjanjian yang dibuat. Selain itu ada juga masyarakat yang tidak mau memenuhi janjinya sebagaimana yang telah dituangkan dalam perjanjian yang telah dibuat dengan alasan perjanjian yang dibuat itu tidak sah karena tidak ada meterai-nya.
Hal inilah yang kemudian membuat penulis tertarik untuk mengangkat tulisan dengan judul “Apa dan bagaimana Meterai digunakan?”. Namun sebelum penulis lebih jauh menguraikan tentang judul tulisan kali ini, sekiranya penting untuk coba meluruskan tentang persepsi masyarakat yang menyatakan bahwa tanpa meterai maka suatu perjanjian akan dinyatakan tidak sah.
Perlu diketahui dan dipahami oleh masyarakat bahwa ada atau tidaknya sebuah meterai dalam sebuah perjanjian bukanlah suatu syarat yang menjadi parameter untuk mengatakan suatu perjanjian itu menjadi sah atau tidak sah. Karena syarat sahnya suatu perjanjian telah diatur dengan jelas pada pasal 1320 KUHPerdata, dimana dalam pasal ini dinyatakan bahwa suatu perjanjian dikatakan sah apabila telah memenuhi 4 unsur, yaitu;
1) Adanya kesepakatan antara mereka yang mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian,
2) Adanya kecakapan hukum antara mereka yang membuat suatu perjanjian,
3) Adanya suatu hal tertentu (objek tertentu), dan
4) Adanya suatu sebab yang halal (tidak bertentangan dengan undang-undang)

Apa itu Meterai ?
Meterai atau yang biasa diucapkan olah banyak orang sebagai “Materai” ,  sebenarnya yang dimaksud adalah benda meterai, dimana benda meterai tersebut terdiri dari meterai yang ditempelkan dan meterai yang berupa kertas atau yang biasa disebut orang sebagai kertas segel.
Adapun penetapan terhadap benda meterai ini oleh Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan, adalah sebagai cara pelunasan terhadap pengenaan pajak atas dokumen. Yang mana penetapannya dimaksudkan sebagai salah satu cara perwujudan peran serta masyarakat dalam Pembangunan Nasional.
Selanjutnya penyebutan terhadap pengenaan pajak atas dokumen ini dikenal sebagai BEA METERAI, sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai, yang untuk pelaksanaannya juga telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1995 dan sebagaimana telah dirubah dalam Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang dikenakan Bea Meterai.
Dalam Peraturan Perundang-undangan Bea Meterai diatas telah dijelaskan bahwa Bea Meterai dikenakan atas dokumen, yang mana dalam pengenaannya menggunakan prinsip satu dokumen hanya terutang satu Bea Meterai,  sementara rangkap/ tindasan (yang ikut ditandatangani)  juga terutang Bea Meterai dengan tarif yang sama dengan aslinya.
Sebagaimana disebut diatas bahwa Bea Meterai dikenakan terhadap suatu dokumen, dimana pengertian dari dokumen itu sendiri adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan. Dokumen-dokumen yang dimaksud atau yang dikenakan Bea Meterai adalah sebagai berikut:
a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
b. akta-akta notaris termasuk salinannya;
c. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya;
d. surat yang memuat jumlah uang, yaitu;
1) yang menyebutkan penerimaan uang
2) yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
3) yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
4) yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
e. surat berharga seperti wesel, promes, aksep,
f. efek dengan nama dan dalam bentuk apapun,
g. dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu :
1) surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
2) surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula.
Adapun pengenaan Bea Meterai terhadap dokumen- dokumen tersebut diatas, baru akan terutang pada saat;
  1. Dokumen itu diserahkan, jika dokumen dibuat oleh satu pihak,
  2. Dokumen selesai dibuat, jika dibuat lebih dari satu pihak,
  3. Saat digunakan di Indoesia, jika dibuat diluar negeri.
Selain dokumen yang dapat dikenakan Bea Meterai, juga telah diatur dokumen yang tidak dikenakan Bea Meterai, yaitu antara lain;
1. Dokumen berupa;
a) surat penyimpanan barang;
b) konosemen;
c) surat angkutan penumpang dan barang;
d) keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c.
e) bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
f) surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengiriman;
g) surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan dengan surat-surat sebagaimana dimaksud diatas.
2. Segala bentuk ijazah. Yang termasuk dalam pengertian ini adalah Surat Tanda Tamat Belajar, tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti suatu pendidikan, latihan, kursus dan penataran.
3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu;
4. Tanda bukti penerimaan uang Negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah dan bank;
5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah dan bank;
6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;
7. Dokumen yang menyebutkan tabungan pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan dan lainnya yang bergerak di bidang tersebut;
8. Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian;
9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Bagaimana Meterai digunakan?
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa meterai atau benda meterai terdiri dari meterai yang ditempelkan dan yang berupa kertas. Meterai yang ditempelkan adalah meterai yang penggunaannya direkatkan ditempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan. Pembubuhan tanda tangan harus disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada diatas kertas dan sebagian lagi di atas Meterai tempel. Jika digunakan lebih dari satu Meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua Meterai tempel dan sebagian di atas kertas. Dan yang perlu pula diingat dalam penggunaan meterai tempel ini adalah perekatan meterai tempel dilakukan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan bea Meterai.
Sementara kertas Meterai, penggunaannya dilakukan dengan cara penulisan isi dokumen diatas kertas meterai secara langsung, jika isi dokumen yang ditulis diatas kertas meterai tersebut ternyata terlalu panjang, maka isi dokumen yang masih tertinggal dapat digunakan diatas kertas yang tidak bermeterai.
Perlu juga diketahui bahwa dalam penggunaan meterai tempel maupun kertas meterai pada dokumen yang dikenakan bea meterai tidak boleh dilakukan pada meterai tempel dan kertas meterai yang sudah digunakan.
Apabila penggunaan meterai digunakan tidak sesuai dengan sebagaimana hal-hal yang telah diuraikan diatas maka konsekuensinya terhadap dokumen yang diberikan meterai tersebut baik tempel maupun kertas meterai akan dianggap tidak bermeterai, hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 5 ayat 3 UU No. 13 tahun 1985.
Selain dengan cara tempel dan kertas meterai, penggunaan meterai juga dapat dilakukan dengan cara pemeteraian kemudian, yaitu suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atau permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.
Pemeteraian kemudian dilakukan atas;
  1. Dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan.
  2. Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya.
  3. Dokumen yang dibuat diluar negeri yang akan digunakan di Indonesia.
Kemudian lebih lanjut lagi dalam UU No 13 Tahun 1985, selain dengan benda meterai, pelunasan bea meterai juga dapat dilakukan dengan cara lain. Cara lain yang dimaksud adalah cara dengan tidak menggunakan benda meterai yang  mana cara yang tersebut ditetapkan oleh Menteri Keuangan, contohnya seperti mesin teraan meterai atau alat lain dengan ijin menteri keuangan.

Tarif Meterai dan cara pengenaannya
Pada Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang dikenakan Bea Meterai, mengatur tentang tarif dari Bea Meterai dan bagaimana cara penerapannya. Dimana Tarif Bea Meterai itu sendiri dibagi atas 2 tarif, yaitu; Meterai Rp 6.000 dan Meterai Rp 3.000.
Meterai 6.000 dikenakan atas dokumen-dokumen sebagai berikut;
a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya (antara lain: surat kuasa, surat hibah, dan surat pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
b. akta-akta notaris termasuk salinannya;
c. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya;
d. surat yang memuat jumlah yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah);
1) yang menyebutkan penerimaan uang
2) yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
3) yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
4) yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
e. surat berharga seperti wesel, promes, aksep yang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
f. efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
g. dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu :
1) surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
2) surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula.
Sementara untuk meterai dengan tarif Rp 3.000,- dikenakan atas dokumen-dokumen sebagai berikut;
a. surat yang memuat jumlah yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah);
1) yang menyebutkan penerimaan uang
2) yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
3) yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
4) yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
b. surat berharga seperti wesel, promes, aksep yang harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
c. efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
d. Cek dan bilyet giro dengan harga nominal berapapun.
Apabila suatu dokumen (kecuali cek dan bilyet giro) mempunyai nominal tidak lebih dari Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah), maka atas dokumen tersebut tidak terutang Bea Meterai.

Penutup
Demikianlah sekilas tentang Apa dan bagaimana Meterai digunakan, dan pada bagian akhir dari tulisan ini, kembali penulis ingin sampaikan bahwa sah tidaknya suatu perjanjian bukanlah karena ada atau tidaknya meterai dalam suatu dokumen perjanjian. Namun Meterai digunakan sebagai Bea Meterai atau pajak atas suatu dokumen dimana keberadaannya adalah sebagai perwujudan peran serta masyarakat dalam Pembangunan Nasional.
Dan juga yang sekiranya sangat perlu diperhatikan adalah bagaimana penggunaan dari meterai itu sendiri, karena jika penggunaannya dilakukan tidak sesuai dengan ketentuannya maka konsekuensinya akan timbul pada status pajak dari suatu dokumen, yaitu suatu dokumen dianggap tidak bermeterai atau dengan kata lain Bea Meterainya belum lunas.
Jika Bea Meterai suatu dokumen dinyatakan tidak bermeterai / belum lunas atau kurang dibayar, maka konsekuensi selanjutnya yang akan timbul adalah suatu dokumen tersebut tidak dapat diterima, dipertimbangkan atau disimpan oleh pejabat pemerintah, hakim, panitera, notaris dan pejabat umum lainnya. Dan dokumen tersebut juga oleh pejabat-pejabt dimaksud tidak dapat melekatkan dokumen tersebut pada dokumen lain yang berkaitan, atau dibuatkan salinan, tembusan, rangkapan maupun petikan serta tidak dapat juga diberikan keterangan atau catatan terhadap dokumen tersebut.
Untuk itu, walaupun bukan sebagai syarat sahnya perjanjian, meterai juga tidak dapat disepelekan. Sehingga tidak ada salahnya kalau kita ijuga kut berperan serta atau mengambil bagian dalam Pembangunan Nasional Indonesia tercinta ini. Dan kalaupun meterai terlupakan dalam pembuatan suatu dokumen atau ternyata kurang dibayarkan, kita tidak perlu melakukan pengulangan terhadap pembuatan suatu dokumen tersebut, namun kita dapat melakukan pemeteraian kemudian dengan tidak lupa membayar dendanya sebesar 200% dari tarif meterai yang seharusnya dikenakan.



Kamis, 31 Oktober 2013

Apakah PKB tidak berlaku karena serikat pekerja bubar




Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

Apakah PKB tidak berlaku karena serikat pekerja bubar dan apakah perusahaan boleh mengganti dengan PP? itulah yang ada di pikiran saya waktu saya mengetahui ada isu seperti itu, sekarang saya hanya coba menerangkan apakah PKB masih berlaku?

perlu kita ketahui berdasarkan Pasal 129 ayat (1) dan (2) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) menyatakan bahwa : 


(1)  Pengusaha dilarang mengganti perjanjian kerja bersama dengan peraturan perusahaan, selama di perusahaan yang bersangkutan masih ada serikat pekerja/serikat buruh.

(2) Dalam hal di perusahaan tidak ada lagi serikat pekerja/serikat buruh dan perjanjian kerja bersama diganti dengan peraturan perusahaan, maka ketentuan yang ada dalam peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendah dari ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama. 

Dengan demikian, secara a-contrario, apabila di (suatu) perusahaan sudah tidak ada lagi serikat pekerja/serikat buruh, termasuk jika terjadi pembubaran serikat pekerja/serikat buruh, maka pengusaha tidak dilarang mengganti PKB menjadi PP. Artinya, boleh-boleh saja pengusaha mengganti PKB menjadi PP dengan tidak memperpanjang lagi PKB yang ada.

 
Terkait dengan pernyataan tersebut di atas, berdasarkan Pasal 131 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, dalam hal terjadi pembubaran serikat pekerja/serikat buruh..., maka PKB tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu PKB (tersebut). Selanjutnya, berdasarkan Pasal 129 ayat (2) UU Ketenagakerjaan dalam hal di (suatu) perusahaan tidak ada lagi serikat pekerja/serikat buruh, dan PKB diganti dengan PP, maka ketentuan yang ada dalam PP tidak boleh lebih rendah dari ketentuan yang ada dalam PKB.
 
Sehubungan dengan pertanyaan diatas, sesuai dengan ketentuan dan uraian tersebut di atas, dapat saya simpulkan, bahwa tidak ada larangan perusahaan mengganti PKB menjadi PP sepanjang dilakukan karena telah bubarnya serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan tersebut. Kemudian, boleh-boleh saja memberlakukan kembali PP sepanjang substansinya tidak lebih rendah atau tidak kurang dari yang selama ini telah disepakati dalam (materi) PKB.



Dasar hukum:




Jumat, 30 Agustus 2013

Pengusaha Memberikan Data (membayar Iuran Jamsostek) Tak Sesuai Upah Sebenarnya

Pengusaha Memberikan Data (membayar Iuran Jamsostek) Tak Sesuai Upah Sebenarnya
  
Ketentuan mengenai Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (“Jamsostek”) dan pelaksanaannya diatur di dalam UU RI No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (“UU Jamsostek”) dan PP No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (“PP Jamsostek”) yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan PP No. 84 Tahun 2010, serta diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans).
Program Jamsostek merupakan hak sekaligus jaminan perlindungan yang diberikan terhadap pekerja, yang wajib didaftar oleh perusahaan yang mempekerjakan minimal 10 orang atau lebih, atau membayar upah pekerja paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), yang meliputi (vide/lihat Pasal 6 ayat [1] UU Jamsostek ) :
a.      Jaminan Kecelakaan Kerja;
b.      Jaminan Kematian;
c.       Jaminan Hari Tua;
d.       Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

Kepesertaan Program Jamsostek sebagaimana diatur di dalam Pasal 6 ayat (1) UU Jamsostek di atas, dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :

1.   Kepesertaan Tenaga Kerja dalam Hubungan Kerja (TK DHK), yaitu orang yang bekerja pada setiap bentuk usaha (perusahaan) atau perorangan dengan menerima upah, termasuk tenaga harian lepas, borongan, dan kontrak, sebagaimana diatur di dalam Permenakertrans No. PER-12/MEN/VI/2007 (“Permen No. 12 Tahun 2007”) juncto Permenakertrans No. PER-06/MEN/III/2009 tentang  Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (“Permen No. 06 Tahun 2009”). 
2.   Kepesertaan Tenaga Kerja di Luar Hubungan Kerja (TK LHK), yaitu setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri, sebagaimana diatur di dalam Permenakertrans No. PER-24/MEN/VI/2006 tentang  Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Yang Melakukan Pekerjaan di Luar Hubungan Kerja; dan 
3.   Kepesertaan Tenaga Kerja Jasa Konstruksi (HBK JK), yaitu Program Jaminan Sosial bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu pada Sektor Jasa Konstruksi, sebagaimana diatur di dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-196/MEN/1999.
perhitungan pembayaran iuran yang dilakukan oleh perusahaan kepada Badan Penyelenggara, dalam hal ini PT. Jamsostek (Persero), harus didasarkan pada upah bulan yang bersangkutan yang diterima oleh pekerja. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (3) Permen No. 12 Tahun 2007 dihubungkan Pasal 9 PP Jamsostek, yang menyebutkan:

Iuran setiap bulan wajib dibayar oleh pengusaha secara berurutan dihitung berdasarkan upah bulan yang bersangkutan yang diterima oleh tenaga kerja dan dibayarkan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya kepada badan penyelenggara dengan mela mpirkan formulir jamsostek 2 dan formulir jamsostek 2a untuk bulan yang bersangkutan beserta data pendukungnya.

Lebih lanjut, Pasal 1 angka 3 PP Jamsostek menyebutkan bahwa upah sebulan adalah upah yang sebenarnya diterima oleh tenaga kerja selama satu bulan yang terakhir.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka menurut kami perhitungan besarnya iuran yang disetorkan perusahaan kepada PT. Jamsostek adalah didasarkan pada persentase (%) jenis Jaminan yang didaftarkan oleh perusahaan atas diri Bapak (Jaminan Kecelakaan, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian, dan/atau Jaminan Pemeliharaan Kesehatan), dikali upah yang diterima Bapak pada bulan yang bersangkutan (dalam hal ini dikali Rp3 juta sebagaimana permisalan yang bapak buat). Oleh karenanya, perhitungan besarnya iuran bukan didasarkan pada upah minimum, karena upah minimum adalah salah satu bagian dari komponen upah yang diterima pekerja. Sebagaimana diketahui, upah terdiri dari upah pokok (serendah-rendahnya upah minimum) ditambah tunjangan yang bersifat tetap, yang rinciannya dapat dilihat dari uraian Slip Gaji yang biasa diterima oleh pekerja setiap bulannya.
Perhitungan yang dilakukan oleh perusahaan Bapak yang didasarkan pada upah minimum, dapat dimungkinkan oleh beberapa hal, yaitu :

-     Ketidaktahuan perusahaan mengenai besaran dan teknis perhitungan iuran yang harusnya disetor oleh perusahaan kepada PT. Jamsostek; atau
-     Perusahaan ingin meminimalisasi kewajiban perusahaan dengan mengurangi iuran setiap bulan yang harus disetor kepada PT. Jamsostek, karena berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3) PP Jamsostek, pengusaha menanggung penuh iuran Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dan untuk iuran jaminan Hari Tua 3,70% ditanggung oleh pengusaha dan 2% ditanggung oleh tenaga kerja.

Dengan adanya perhitungan yang didasarkan pada upah minimum atau tidak sesuai dengan upah sebenarnya yang diterima maka akan mengakibatkan iuran yang disetorkan perusahaan kepada PT. Jamsostek akan lebih kecil dan secara signifikan akan menyebabkan pengurangan terhadap besarnya uang Jaminan yang akan terima di kemudian hari. Oleh karenanya, Anda mempunyai hak mengajukan complaint atau keberatan terlebih dahulu kepada Perusahaan agar Perusahaan segera mengajukan perubahan perhitungan upah (perubahan upah) kepada PT. Jamsostek. Hal ini karena yang wajib mengajukan perubahan adalah Perusahaan. 

Anda juga dapat menginformasikan dan mengajukan keberatan kepada PT. Jamsostek, baik di kantor cabang maupun kantor pusat, apabila ternyata perusahaan tidak mengindahkan dan menindaklanjuti keberatan Anda. Di samping itu, Anda juga bisa mengajukan pengaduan kepada Pengawas Ketenagakerjaan di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, baik di kabupaten/kota, provinsi, maupun pusat, apabila ada dugaan kesengajaan pembayaran iuran dan pelaporan data upah Anda yang tidak benar yang diberikan perusahaan kepada PT. Jamsostek. 
 
Apabila ternyata terbukti benar perusahaan/pengusaha menyampaikan data yang tidak benar, yang mengakibatkan kekurangan pembayaran Jaminan kepada tenaga kerja maka berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (4) UU Jamsostek, perusahaan/pengusaha wajib memenuhi kekurangan jaminan tersebut. Di samping itu, berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) UU Jamsostek, pengusaha dapat diancam pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Dasar hukum:
1.    Undang-Undang RI No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
2.  Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2010;
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER-12/MEN/VI/2007 juncto  No. PER-06/MEN/III/2009 Tentang  Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
4.  Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER- 24/MEN/VI/2006) Tentang  Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Yang Melakukan Pekerjaan Di Luar Hubungan Kerja; dan
5.  Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-196/MEN/1999 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan Dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pada Sektor Jasa Konstruksi